Story Of Us Part 1

Jogja, Juli 2014

Jam menunjukkan pukul lima sore. Aku masih menunggunya. Iya, kami berjanji bertemu di Cafe Calais jam 4 sore ini. Namun, batang hidungnya belum muncul juga. Tidak apa, toh, aku juga tidak ada rencana apa-apa setelah ini.

"Kamu masih aja sama.", ucapku sambil menggerutu.



Aku menaruh telapak tangan kiriku pada pipiku yang bertumpu pada sikutku. Jemariku memainkan nada-nada ketukan, yang ku ketukkan pada meja. Suasana Paris dari cafe ini membuat aku enjoy. Payphone yang bercatkan merah mengingatkanku pada suasana di Eropa yang pernah aku lihat di film-film. Iya, dulu, aku bermimpi ke Eropa. Bermimpi untuk hidup dan menghabiskan sisa hidup di sana. Mengingat mimpi-mimpi itu hatiku merasa bahagia. Aku masih polos dan belum mengerti bagaimana susahnya hidup. Yah, film hanyalah sebuah film, seringnya hanya menampilkan yang indah-indah saja.

"Hey, Cherry, maaf nunggu lama.", ucap seorang cowok membuyarkan lamunanku.

Suara itu. Suara yang sangat aku rindukan. Aku menoleh.

"Sean, kamu kok lama banget sih.", ucapku sambil menampar bahunya.

Yah, dia yang aku tunggu.

Jogja, Juli 2004

Hari ini adalah tahun ajaran baru, aku naik kelas 9. Tak terbayangkan waktu berjalan begitu cepat, serasa baru kemarin aku menjadi siswa baru. Seperti biasa, aku masih di tempat duduk yang sama. Tempat duduk nomor dua dari depan dan dari kiri. Seperti biasa juga suasana kelas ini ramai kayak pasar. Aku hanya sibuk dengan majalah yang aku pinjam dari Anggi.

"Cher, kata Rio, anak kelas sebelah, jarene mau ono siswa anyaran.", ucap cewek manis itu. Yah, dia memang wartawannya kelas 9B. Tahu semua recent update.

"Yaelah, yaudah sih, entar kalau ada siswanya juga bakalan nongol, Gi.", kataku sambil membaca majalah.

Aku juga heran bisa dekat dengan Anggi. Padahal aku dan dia karakternya beda. Aku anaknya cenderung diam, sedangkan Anggi sering bicara. Teman Anggi di sekolah ini banyak, kalau aku? Cuma teman sekelas dan teman se-club yang kenal sama aku. Tapi, Anggi baik. Dia ngertiin aku banget. Waktu aku dekat sama pacar aku sekarang, dia yang jadi tumpahan cerita aku. 

Waktu terus berjalan, lalu bel masuk pun berbunyi. Hari ini hari pertama sekolah dan selama 3 tahun itu pula tidak ada perubahan komposisi kelas. Lalu, Bu Rina, guru Bahasa Indonesia masuk.

"Anak-anak, ibu punya kabar gembira. Kelas ini akan kedatangan siswa baru." ucap Bu Rina lalu melihat ke luar pintu sebentar, lalu keluar dan masuk lagi membawa seorang anak.

"Silahkan, kenalkan dirimu.", ucap Bu Rina.

Aku memperhatikan murid baru itu. Rambutnya hampir botak, kulitnya sawo matang. Bajunya sepertinya sudah kekecilan. Dari gerak-geriknya, sepertinya dia anak pendiam.

"Nama saya Seandino Mahardhika, panggil saya Sean. Saya pindahan dari Bogor. Rumah saya di Perumahan Kasongan. Terima Kasih.", kata cowok itu.

"Halo Sean.", ucap anak-anak kelasku.

Bu Rina lalu memberi arahan Sean untuk duduk di bangku yang kosong. Aku hanya menganggap angin lalu karena aku juga tidak peduli ada maupun tidak ada siswa baru. Pelajaranpun dimulai.

Jogja, Juli 2014

"Aku inget banget waktu ketemu kamu, rambutmu kayak mau botak gitu. Kalau inget sekarang rasanya mau ketawa terus.", kataku sambil tertawa.

"Yeee. Mana bisa. Rambut aku nggak botak kok. Aku inget banget. Pertama ketemu pas kamu ngajak aku duduk bareng kan?", katanya.

Hening. What? Dia nggak inget? Oh, My God, jadi cuma aku yang inget? Rasanya pengen aku jambak rambutnya. Iya, rambutnya sekarang agak gondrong. Kalau bukan karena kemeja kotak-kotak merah dan celana jeans yang dipakai rapi sama dia, aku udah jambak, nggak peduli dilihatin orang. Tapi beteee banget. Nget. Aku cuma diam.

Lalu, Sean memulai pembicaraan lagi, "Kabar kamu gimana?"

Aku lalu menatap matanya. Sepertinya sudah lama kami tidak bertatapan seperti ini. Pandangannya teduh dan sangat aku rindukan.

"Euuumm, gimana ya? Ya gitulah.", kataku sambil memalingkan pandangan.

Kupandangi orang-orang yang datang, entah sendiri atau membawa pasangan. Kebanyakan anak-anak remaja yang kesini, bagaimana mereka tertawa, bagaimana mereka bersikap. Aku rindu masa-masa itu.

Bersambung